Anak petani yang lahir pada 20 Agustus
1951 di Desa Al Adawa, Provinsi Al Syarqiya, Mesir bagian timur, dari
keluarga sangat sederhana. Ayahnya hanyalah seorang petani dan ibunya
sebagai ibu rumah tangga. Mursi mendapat gelar insinyur dari Universitas
Kairo dengan nilai istimewa pada tahun 1975. Kemudian dia meraih gelar
master di bidang teknik dari universitas yang sama. Pendidikan doktor
ditempuhnya di University of Southern California, yang diselesaikannya
pada tahun 1982.
Mursi kemudian menjadi asisten profesor
pada California State University di Northridge, California, antara tahun
1982 dan 1985. Pada masa itu pula, Mursi sempat bekerja di Badan
Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Setelah itu, Mursi
pulang ke Mesir dan menjadi dosen teknik pada Universitas Zagaziq hingga
tahun 2010. Di universitas tersebut, Mursi meraih gelar profesor.
(Baca Kompas.com : Dari Penjara Ke Istana).
Dari sekelumit kehidupan beliau yang
termuat di media saya tertarik merenungi beberapa sikap yang patut
dicontoh oleh siapapun terutama pada pemimpin. Beberapa teladan yang
bisa dicontoh sebagai pemimpin bangsa dari Mursi yakni (Baca Kompas.com :
Hari-hari Pertama Presiden Terpilih Muhammad Mursi)
1. Sistem pengamanan diperlonggar agar tidak mengganggu lalu lintas
Sumber pasukan pengawal
presiden (paswalpres) mengungkapkan, Mursi meminta sistem pengamanannya
diperlonggar dan konvoi kendaraan yang mengiringi saat bepergian
dikurangi supaya tidak mengganggu lalu lintas.
Bagaimana dengan pejabat di Indonesia?
Jangankan seorang presiden, Bupati atau walikota ketika melintas di
jalan, membuat semua harus mengalah dan memacetkan jalanan lain.
2. Menolak pindah dari rumah kontrakannya
Pihak paswalpres telah meminta secara
resmi agar Mursi pindah dari rumah kontrakannya sekarang yang agak jauh
dari kantor presiden di Istana Al Ittihadiyah, ke Istana Al Salam yang
berdampingan. Namun, Mursi masih menolak pindah.
Kalau di Indonesia adakah pejabat tetap betah di rumah kontrakan atau rumah lamannya? Sementara fasilitas mewah telah menanti.
3. Selalu memimpin ibadah
Ketika mengunjungi
kantor kepresidenan, Senin dan Selasa lalu, Mursi selalu menjadi imam
dalam shalat bersama para pegawai istana.
Ini contoh pemimpin lahir batin,
memimpin rakyatnya dunia dan akhirat. Agak sulit menemukan pemimpin
negeri ini menjadi imam dalam shalat.
4. Tidak ingin bawahannya direpotkan dan menderita
Mursi diberitakan
mendadak marah ketika melihat anggota paswalpres berdiri di bawah terik
matahari. Setelah bertanya kepada komandan pengawal, Mursi meminta
anggota pengawal yang berdiri di bawah terik matahari segera bubar dan
mencari tempat teduh.
Duh…rindu pemimpin kayak gini, sangat
kasihan pada bawahannya. Sampai urusan berjemur saja diperhatikan. Di
Indonesia bagaimana sobat?
5. Tidak ingin keluaganya ikut nimbrung faslititas negara
Paswalpres kini juga
direpotkan oleh istri Mursi, Sayyidah Nagla Mahmud, yang belum mau
pindah dari Zagazig ke kota Kairo karena harus menunggui putra
bungsunya, Abdullah, menyelesaikan ujian akhir sekolah menengah.
Paswalpres pun menempatkan 10 petugas dan tiga kendaraan untuk
mengamankan rumah Mursi di Zagazig, tak jauh dari Universitas Zagazig
itu
6. Tidak ingin dirinya dipuja-puji berlebihan
Mursi juga
memerintahkan tidak memasang fotonya di kantor pemerintah atau di mana
saja. Hal itu berbeda dengan kebiasaan pemimpin Arab yang suka jika
fotonya dipasang di mana-mana, bahkan membuat patung dirinya.
Jangankan jadi presiden, mau ikut jadi
calon Bupati aja, foto bertebaran dimana-mana sampai pohon pun menjerit
karena dipaku dan dijerat kawat.
7. Istri Mursi tidak mau disebut Ibu Negara tapi cukup ‘Pelayan Rakyat’
Kompas.com memberitakan bahwa
Media-media Mesir melaporkan, Naglaa Ali Mahmoud lebih memilih tidak
tinggal di Istana Presiden. Dia juga tidak ingin disebut ibu negara.
(Baca kompas.com : “Nyonya Mursi Pilih Disebut Pelayan Rakyat”)
“Saya hanya ingin disebut sebagai istri presiden,” katanya kepada Associated Press.
“Siapa yang bilang istri presiden harus disebut ibu negara?” ucapnya.
“Siapa yang bilang istri presiden harus disebut ibu negara?” ucapnya.
Naglaa sesungguhnya hanya ingin
dipanggil “Ummi Ahmed”, atau Ibu Ahmed, putra sulungnya. Kalaupun gelar
menjadi keharusan, katanya, dia tidak tidak berkeberatan dipanggil
“pelayan rakyat”.
Wah…luar biasa ya. Di kita bagaimana, ya?
Mursi dan keluarganya mengajarkan
bagaimana seharusnya seorang pemimpin bersikap. Ia tidak ingin
menempatkan dirinya sebagai penguasa. Ia memulih disebut sebagai
pelayan. Ia menempatkan toleransi di atas segala-galanya. Ia ingin
mengubur dalam-dalam perbedaan. Sikapdan prinsip itulah yang semestinya
menjadi pondasi para pemimpin negeri ini. Namun, fakta yang ada malah
sebaliknya. Bukannya menjadi pelayan, mereka malah meminta dilayani.
Selamat kepada Muhammad Mursi. Semoga
teladan Anda yang baru menjalani hitungan hari sebagai presiden bisa
dipegang dengan konsisten dan menginspirasi banyak manusia khususnya
para pemimpin.
Taken from: http://sosok.kompasiana.com/2012/06/30/belajar-dari-mursi-presiden-baru-mesir/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar